Energi Surya dan Angin Bisa Pasok 30% Kebutuhan Listrik Data Center ASEAN 2030


Energi surya dan angin berpotensi memenuhi hingga 30% kebutuhan listrik pusat data di Asia Tenggara pada tahun 2030, tanpa memerlukan penyimpanan baterai. Hal tersebut terungkap dalam sebuah laporan yang dirilis oleh lembaga pemikir energi Ember.
Perkembangan ini sangat penting karena kawasan ini berupaya menyeimbangkan ekspansi digitalnya dengan praktik energi yang berkelanjutan. Laporan ini mengidentifikasi Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam sebagai pusat data global yang sedang berkembang, dengan 2,9 gigawatt (GW) kapasitas baru yang sedang dikembangkan.
Analisis EMBER menunjukkan bahwa pertumbuhan industri Informasi, Komunikasi, dan Teknologi (ICT) di ASEAN meningkatkan permintaan listrik. Namun, hal ini juga meningkatkan kekhawatiran terhadap meningkatnya emisi, karena banyak jaringan listrik masih bergantung pada bahan bakar fosil.
Lambatnya dekarbonisasi sektor listrik menjadi ancaman bagi kemajuan. Penggunaan listrik pusat data di Malaysia diperkirakan akan melonjak dari 9TWh pada tahun lalu menjadi 68TWh pada tahun 2030. Hal ini berpotensi menyumbang 30% dari konsumsi listrik negara tersebut dan melampaui total penggunaan listrik Singapura pada tahun 2023.
Emisi dari pusat data Malaysia dapat meningkat tujuh kali lipat, mencapai 40 metrik ton setara karbon dioksida (CO₂e) pada tahun 2030, yang merupakan yang tertinggi di kawasan ini. Emisi di Filipina dapat melonjak hingga 14 kali lipat, sedangkan emisi di Indonesia berpotensi meningkat hingga empat kali lipat.
ASEAN Bisa Dorong Pertumbuhan Data Center Tanpa Tingkatkan Emisi
Di sisi lain, laporan EMBER menunjukkan pusat data yang lebih hijau dapat dicapai. Dengan kebijakan yang mendukung, akses pasar, dan perencanaan infrastruktur, ASEAN dapat mendorong pertumbuhan pusat data tanpa meningkatkan emisi.
Laporan EMBER menyebutkan perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) merupakan metode yang umum digunakan oleh perusahaan teknologi besar untuk mendapatkan listrik yang bersih.
Namun, operator yang lebih kecil membutuhkan opsi yang lebih mudah diakses seperti PPA virtual dan tarif ramah lingkungan. Kedua opsi ini dapat mendukung solusi penyimpanan untuk mengelola variabilitas sumber energi terbarukan.
Efisiensi energi adalah faktor penting lainnya. Dengan memasukkan langkah-langkah efisiensi sejak tahap desain dan membuat pedoman nasional, pusat data dapat mengurangi penggunaan listrik, sehingga mengurangi beban jaringan listrik.
"Pemerintah dan industri harus bekerja sama untuk menyelaraskan ekspansi pusat data dengan transisi energi. Kerangka kerja nasional, kolaborasi yang lebih kuat, dan transparansi yang lebih baik sangat penting untuk memastikan bahwa pertumbuhan digital ASEAN juga mendorong kemajuan," kata Analis Energi dari EMBER Asia, Shabrina Nadhila, seperti dikutip Energy Monitor, Rabu (28/5).
Awal bulan ini, Malaysia dan Jepang mengajukan proposal untuk menciptakan pusat kolaborasi baru di Malaysia yang akan berfokus pada teknologi, keberlanjutan, dan integrasi energi di ASEAN.