Perubahan Iklim Membuat Produksi Kopi Gayo Aceh Anjlok


Perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap produktivitas komoditas kopi di dunia termasuk kopi spesialti dalam satu dekade terakhir. Perubahan iklim yang membuat curah hujan tidak menentu mengakibatkan penurunan produksi kopi Gayo dari Provinsi Aceh sebesar 50%.
“Pada 2016 produksi bisa sampai 70 ton sampai 80 ton per tahun, sekarang tinggal 40 ton sampai 30 ton per tahun," ujar Imran, petani kopi Gayo dari Desa Bale Redelong, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, saat ditemui di Jakarta, Rabu (14/5).
Sebagaimana diketahui, kopi spesialti merupakan kopi dengan grade tertinggi karena berasal dari proses khusus dan dengan ketentuan khusus dari ditanam sampai dengan berakhir di cangkir.
Imran mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir cuaca di Desa Bale Redelong sering kali tidak menentu, sehingga mengganggu proses produksi kopi. Dampak lainnya dari perubahan iklim adalah cepatnya penyebaran hama pengerek.
Hama pengerek membuat kualitas biji kopi yang dihasilkan menurun, menyebabkan kerusakan pada batang pohon, hingga menyebabkan kematian pohon kopi.
"Pemanasan global itu pengaruhnya penyakit penggerek buah itu cepat. Sangat rentan, itu masalahnya yang kami hadapi sebagai petani di Gayo," ujarnya.
Studi Penurunan Produktivitas Kopi Arabika Dunia
Berdasarkan studi yang dipublikasikan oleh jurnal PLOS One pada 2022 akibat adanya perubahan iklim diprediksi terjadi penurunan lahan di dunia yang cocok untuk ditanami kopi Arabika pada 2050.
Menurut skenario perubahan iklim moderat dengan kenaikan suhu 1,6 derajat Celcius, dunia akan kehilangan setengah dari lahan kopi terbaiknya dalam waktu 30 tahun. Beberapa wilayah di luar daerah tropis, termasuk beberapa bagian Cina, Uruguay, dan Amerika Serikat (AS) mungkin akan mendapatkan keuntungan dari peluang untuk perkebunan baru di daerah yang sebelumnya tidak cocok.
Perubahan iklim akan menjadi bencana bagi negara-negara yang selama ini menjadi sabuk kopi, seperti Brasil, Vietnam, Indonesia, Kolombia, dan Timor Leste. Laporan Climate Institute sebelumnya menyebutkan produksi kopi dapat berkurang hingga setengahnya pada tahun 2050 karena perubahan iklim.
Suhu bumi yang menghangat telah mulai memperkenalkan beberapa ancaman baru terhadap produksi kopi. Perubahan suhu ini menyebabkan pertumbuhan tanaman kopi yang tidak sesuai dan hama baru.
Mungkin yang terburuk adalah penyakit karat daun, jamur pohon kopi yang mematikan yang bertanggung jawab atas hancurnya industri kopi yang pernah berkembang pesat di Sri Lanka selama lebih dari dua dekade. Hama lainnya adalah kumbang penggerek buah beri, yang mengejar suhu yang lebih hangat ke lereng bukit dan masuk ke perkebunan kopi di mana ia menimbulkan malapetaka. Kedua hama ini berkembang biak dan menyebar lebih cepat di iklim yang lebih panas.
Studi yang diterbitkan di jurnal PLOS One memodelkan kondisi pertumbuhan kopi, kacang mete, dan alpukat akan berubah dalam 30 tahun ke depan. Dari ketiga tanaman tersebut, kopi akan menjadi yang paling terpukul oleh pemanasan global.
Model studi ini memperkirakan penurunan secara keseluruhan pada tahun 2050 dalam jumlah wilayah di mana kopi dapat tumbuh. Untuk kacang mete dan alpukat, hasilnya lebih rumit. Beberapa wilayah yang sedang berkembang akan mengalami penurunan tanaman tersebut.
Adapun wilayah lain, seperti Amerika Serikat bagian selatan, kemungkinan akan mendapatkan lebih banyak lahan yang lebih cocok untuk tanaman pangan tropis, seperti jambu mete dan alpukat.
Studi ini mengembangkan penelitian sebelumnya yang telah mendokumentasikan dampak buruk perubahan iklim terhadap biji kopi. Penelitian ini memberikan lebih banyak bukti penurunan kualitas dengan melihat lebih banyak faktor, seperti bagaimana tingkat keasaman (PH) dan tekstur tanah dapat berubah dengan meningkatnya curah hujan.