Perang Dagang Memanas Lagi, Rupiah Sulit Menguat


Pengamat pasar uang Ariston Tjendra memproyeksikan rupiah sulit melanjutkan penguatan di tengah perang dagang Amerika Serikat-Cina yang kembali memanas. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengeluarkan kebijakan yang memperkeruh perang dagang.
“Rupiah kemungkinan masih sulit menguat di bawah Rp 16.200 per dolar AS hingga Rp 16.150 per dolar AS minggu ini karena isu tarif AS ini,” kata Ariston kepada Katadata.co.id, Senin (2/6).
Dia menjelaskan, Trump baru saja mengumumkan kenaikan tarif impor menjadi 50% untuk bahan baku baja dan alumunium. Menurutnya, keputusan Trump ini memperkeruh konflik perang dagang akibat tarif yang masih terjadi.
Padahal, Ariston melihat, berakhirnya isu tarif akan berdampak positif bagi penguatan rupiah. “Misalnya karena penetapan Supreme Court AS yang membatalkan kebijakan tarif Trump akhirnya dieksekusi, rupiah mungkin bisa melenggang masuk level 15.000-an,” ujar Ariston.
Sayangnya, isu perang dagang masih terus berlanjut. Ia menilai, selama isu tarif ini masih berkembang. rupiah masih rentan dan berpotensi melemah lagi.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah tipis 1 poin di level 16.327 per dolar AS. Namun, rupiah bergerak menguat 0,09% ke level 16.312 per dolar AS.
Masih Ada Peluang Rupiah Menguat, Tapi Terbatas
Di sisi lain, Analis Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan peluang penguatan rupiah masih ada. Ia memperkirakan rupiah menguat terhadap dolar AS yang kembali tertekan.
“Tekanan dolar AS ini karena sentimen negatif seputar tarif menyusul ancaman Trump pada aluminium dan baja,” kata Lukman.
Namun, Lukman mengatakan, aktivitas manufaktur Indonesia yang terkontraksi akan membuat penguatan rupiah terbatas. Berdasarkan data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini (2/6), PMI manufaktur Indonesia berada di level 47,4.
Angka PMI manufaktur Indonesia ini memang lebih baik dibandingkan April 2025 yang berada di level 46,7. Namun PMI menggunakan titik mula pada angka 50 sehingga fase ekspansi jika levelnya berada di atas 50 dan terkontraksi jika di bawah 50.
“PMI manufaktur Indonesia masih menunjukkan kontraksi akan membatasi penguatan. Rupiah akan berada di kisaran Rp 16.250 per dolar AS hingga Rp 16.400 per dolar AS,” ujar Lukman.